Suasana haru menyelimuti pemakaman Abon Seulimum-- sapaan Tgk. H.Mukhtar Luthfi bin Tgk. H.Abdul Wahab di kompleks Dayah Ruhul Fata di Gampong Seulimum Kecamatan Seulimum Aceh Besar.
Hingga proses pemakaman selesai, warga dan sejumlah pejabat pemerintah serta politisi partai terus berdatangan ke Dayah berjarak 42 kilometer ke pesisir timur Banda Aceh itu.
Ramainya warga yang ingin menghadiri pemakaman pimpinan dayah Salafi itu membuat ruas jalan Banda Aceh Medan tepatnya km 42 padat. Sejumlah petugas kepolisian tampak mengatur lalu lintas agar kepadatan lalu lintas terurai.
Bagi para satri, Abon Seulimum merupakan sosok guru sekaligus pemimpin besar, yang dikenal memiliki sikap dan akhlak yang konsisten, berpihak pada kebenaran dan keadilan, kritis terhadap pemerintah yang tidak berpihak kepada Islam.
Meski telah meninggal, sejumlah santri berjanji akan meneruskan ilmu yang telah diajarkannya.
"Peu yang ka neu pegah hanjeut meutuka. Cap bak binteh labang bak papeun, kiban yang abon keun tentang aqidah,hanjeut meutuka. Udep mate geu tanyo di ateh aqidah Ahlusunnah Wal Jamaah,"kata seorang santri dalam sambutannya usai pemakaman Abon Seulimum.
Senada dengan itu, salah satu ketua di Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA), Tgk M Amien Syeh Bestari berharap ilmu yang telah diwariskan almarhum dapat diterapkan para santri dalam kehidupan sehari-hari.
"Kekompakan yang telah ditinggalkan oleh Abon semoga tetap kita jaga dan pelihara. Kemajuan dayah yang dipimpin almarhum merupakan bukti ilmu yang dituntutnya di Samalanga tidak sia-sia dan harus kita jaga khusunya oleh para santri," kata Tgk M Amien Syeh Bestari.
Dayah Ruhul Fata yang dipimpin Abon Seulimum merupakan Dayah salafiah di Aceh yang memiliki dasar-dasar / prinsip Islam yang kuat. Dayah tersebut didirikan Almukarram Syaikhuna Tgk. H. Abdul Wahhab bin ‘Abbas bin Sayed Al-Hadhrami (Abu Seulimeum) pada tahun 1946.
Sebelum mendirikan Dayah atau pondok pasantren Ruhul Fata, almarhum sempat menempuh pendidikan agama di Dayah Bung Asam Gampong Lam Jruen Kec. Seulimeum Aceh Besar pada Tgk. H. Ibrahim (Tgk. di Bireuen) ayah dari Prof. A. Majid Ibrahim.
Almarhum kembali melanjutkan pengajiannya di dayah Mudi Mesra Samalanga tahun 1936 yang dipimpin Tgk.H.Hanafiah Samalanga.
Sepuluh tahun belajar, beliau memperdalam berbagai ilmu tentang Islam seperti Thariqat, hingga dilantik menjadi Mursyid Thariqat Syathariyyah, Shamadiyyah dan Khulutiyyah oleh gurunya.
Komentar
Posting Komentar